Menteri Keuangan Sri Mulyani
JAKARTA, AJARDETIKS.COM – Ketika banyak masyarakat mempertanyakan kenapa Indonesia memberikan tarif 0% untuk bea masuk barang-barang dari Amerika Serikat, ternyata menurutMenteri Keuangan Sri Mulyani ini sebuah strategi untuk menorong harga minyak dan gas serta pangan menjadi lebih murah.
Dalam
konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
menjelaskan bahwa impor dengan tarif 0% bagi produk AS yang akan masuk ke
Indonesia, Menkeu menegaskan bahwa hal itu dapat mendorong harga kedua
komoditas tersebut menjadi lebih rendah kedepannya.
Kendati demikian, berbagai risiko rambatan masih perlu untuk terus dicermati.
Seperti, kinerja sektor manufaktur yang terkontraksi.
"Perkembangan risiko rambatan perlu untuk terus dicermati. Dalam hal ini,
kinerja sektor manufaktur yang masih menunjukkan kontraksi PMI manufaktur yaitu
46,9 posisi Juni 2025 perlu untuk terus menjadi perhatian," ujar Sri
Mulyani dalam konferensi pers, Senin (29/7/2025) kemarin.
Di sisi lain, keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menurunkan
tarif dagang resiprokal ke Indonesia dari 32% menjadi 19% dianggap pemerintah
sebagai sebuah keberhasilan negosiasi yang dilakukan selama lebih dari 90 hari.
Penurunan tarif dagang oleh Trump itu dapat memberikan kebangkitan aktivitas
ekonomi untuk sejumlah sektor usaha. Di antaranya sektor-sektor padat karya
seperti tekstil, alas kaki, maupun furnitur yang ekspornya akan kembali pulih.
"Keberhasilan dari negosiasi dengan penurunan tarif resiprokal AS untuk RI
menjadi 19% diperkirakan dapat mendorong kinerja sektor padat karya seperti tekstil,
alas kaki, dan furnitur," ujarnya.
Kondisi Terkini Keuangan Indonesia
Pada
kesempatan lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai Ketua Komite Stabilitas
Sistem Keuangan atau KSSK yang terdiri dari menteri keuangan, gubernur Bank
Indonesia (BI), ketua dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga
ketua dewan komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengumumkan stabilitas sistem keuangan di
Indonesia yang tetap terjaga sampai dengan kuartal II-2025.
"Stabilitas Sistem Keuangan atau SSK pada triwulan II 2025 tetap terjaga
di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi," kata Sri Mulyani,
dikutip Selasa (29/7/2025).
Terjaganya stabilitas sistem keuangan Indonesia itu Sri Mulyani tegaskan
terjadi meskipun ketidakpastian ekonomi global kian meningkat, terutama
dipengaruhi oleh dinamika negosiasi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan
eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai belahan dunia, termasuk Timur
Tengah.
KSSK bahkan menurut Sri Mulyani tetap meyakini, meski ketidakpastian ekonomi
hingga kuartal II-2025 kian memburuk, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan
terjaga di kisaran 5% sampai akhir tahun ini. Ditopang oleh terjaganya daya
beli masyarakat untuk terus konsumsi karena gelontoran kebijakan stimulus ekonomi
dari APBN, hingga kinerja ekspor yang berdaya tahan tinggi.
"KSSK optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 tetap
terjaga untuk menjadi landasan bagi ekonomi di tahun 2025 tumbuh di sekitar
5,0%," papar Sri Mulyani.
Di sisi lain, investor asing menurutnya juga masih percaya diri menanamkan
modalnya di dalam negeri. Salah satunya terlihat dari aliran modal asing yang
masih deras masuk di pasar surat berharga negara (SBN) hingga membuat imbal
hasil atau yield SUN seri benchmark tenor 10 tahun terus turun.
"Per 25 Juli 2025, yield terus turun hingga 51 bps ytd, mencapai level
6,51% seiring dengan penurunan BI-Rate lebih lanjut ke level 5,25% pada Juli
2025. Dari sisi kepemilikan, investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp
58,29 triliun ytd hingga 25 Juli 2025, meningkatkan porsi kepemilikan asing
menjadi 14,64%," ujar Sri Mulyani.
Pertumbuhan ekonomi yang terjaga di kisaran 5% itu pun Sri Mulyani Cs yakini
akan didukung terjaganya stabilitas kurs rupiah, meskipun pada awal periode
kuartal II-2025 sempat mengalami tekanan hingga tembus di level Rp16.865/US$.
Tekanan kurs pada kuartal II itu terutama terjadi saat April 2025 seusai
Presiden AS Donald Trump mengumumkan pengenaan tarif dagang resiprokal yang
tinggi ke negara-negara mitra dagang utamanya.
Namun, per 30 Juni 2025, Sri Mulyani mengatakan, kurs rupiah telah mampu balik
arah ke level Rp16.235/US$ setelah Bank Indonesia melakukan kebijakan
intervensi untuk stabilisasi. Lalu, pergerakannya ia anggap terus terjaga
meskipun kini kembali mengalami sedikit tekanan hingga bergerak ke level atas
Rp16.300/US$.
"Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan stabil didukung oleh komitmen
BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, imbal hasil (SBN) yang menarik,
inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi yang tetap baik,"
tutur Sri Mulyani.
Dengan stabilitas kurs yang terjaga itu dan tekanan inflasi yang terus menerus
terkendali, Gubernur BI Perry Warjiyo pada kesempatan yang sama blak-blakan
akan menggunakan seluruh instrumen kebijakan BI untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi ke depannya, termasuk kebijakan moneter.
Kebijakan moneter ia jamin akan terus longgar, ditandari dengan penurunan suku
bunga acuan BI Rate per Juni 2025 yang telah turun menjadi sebesar 5,25%. Perry
memasrikan penurunan suku bunga acuan tiu bukan lah yang terakhir kalinya
dilakukan pada tahun ini.
"Arah kebijakan suku bunga BI ke depan pun kami masih melihat ruang untuk
penurunan suku bunga lebih lanjut," papar Perry.
Saat BI fokus untuk mencari ruang penuruna suku bunga acuan lebih lanjut,
sektor jasa keuangan menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar juga
sebetulnya masih gencar menyalurkan pembiayaan atau kredit di tengah tingginya
ketidakpastian ekonomi sampai akhir kuartal II-2025.
Kredit perbankan pada Juni 2025 ia sebut masih mencatatkan pertumbuhan sebesar
7,77% yoy menjadi Rp 8.059,79 triliun, didorong oleh Kredit Investasi yang
tumbuh 12,53% yoy dan diikuti oleh Kredit Konsumsi sebesar 8,49% yoy. Sedangkan
Kredit Modal Kerja tumbuh 4,45% yoy.
"Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 10,78% yoy,
sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 2,18% yoy," tegas Mahendra.
Kualitas kredit pun dia klaim tetap terjaga dengan rasio non-performing loan
(NPL) gross sebesar 2,22% dan NPL net sebesar 0,84%. Loan at Risk (LaR) juga
relatif stabil, tercatat sebesar 9,73%.
Di sisi lain, DPK perbankan tercatat tumbuh sebesar 6,96% yoy menjadi Rp 9.329
triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar
10,35%, 6,84%, dan 4,19% yoy.
Ketahanan perbankan turut terjaga tercermin dari tingkat permodalan atau
Capital Adequacy Ratio (CAR) pada Juni 2025 yang berada di level tinggi sebesar
25,79%. Likuiditas perbankan pada Juni 2025 tetap memadai dengan rasio Alat
Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing
tercatat sebesar 118,78% dan 27,05%, jauh di atas threshold masing-masing
sebesar 50% dan 10%.
Dari sisi pasar saham, Mahendra menganggap trennya pun masih positif di mata
para investor. Memasuki Juli 2025, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG
ditutup pada level 7.543,50 per 25 Juli 2025 atau menguat 6,55% year to date.
Penghimpunan dana di pasar modal pada kuartal II-2025 ia anggap juga masih
bergeliat. Tercatat nilai Penawaran Umum mencapai Rp 142,62 triliun. Rp 8,49
triliun di antaranya merupakan fundraising dari 16 emiten baru. Sementara itu,
masih terdapat 13 pipeline Penawaran Umum dengan perkiraan nilai indikatif
sebesar Rp 9,80 triliun.
"Sebagai respons terhadap dinamika tensi perdagangan dan geopolitik global
yang berpotensi meningkatkan volatilitas di pasar keuangan dan kinerja debitur
sektor riil yang memiliki eksposur terhadap risiko terkait, OJK terus
mencermati perkembangan pasar saham domestik serta mengambil langkah-langkah
kebijakan yang diperlukan guna menjaga stabilitas sistem keuangan," kata
Mahendra.
Terakhir, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa memastikan, pihaknya
juga akan terus menjaga cakupan penjaminan simpanan yang tinggi sebagai dasar
kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan, sekaligus mendorong stabilitas
yang kondusif bagi pemulihan ekonomi.
Jumlah rekening nasabah yang dijamin seluruh simpanannya hingga Rp 2 miliar
oleh LPS sampai dengan akhir Juni 2025 mencapai 99,94% dari total rekening atau
setara 636.773.067 rekening untuk nasabah Bank Umum. Sementara itu, pada
periode yang sama, jumlah rekening BPR/BPRS yang dijamin mencapai 99,97% dari
total rekening nasabah BPR/BPRS atau setara dengan 15.536.549 rekening.
Pada periode penetapan reguler periode Mei 2025, LPS memutuskan menurunkan
Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) untuk simpanan dalam Rupiah sebesar 25 bps
menjadi 4,00% di Bank Umum dan 6,50% di BPR serta mempertahankan TBP untuk
simpanan dalam Valuta Asing di Bank Umum menjadi 2,25%.
"TBP tersebut mulai berlaku sejak 1 Juni 2025 sampai dengan 30 September
2025, namun tetap terbuka untuk disesuaikan sewaktu-waktu dalam hal terdapat
perubahan pada suku bunga pasar, kondisi perbankan, dan perekonomian yang
signifikan," ungkap Purbaya.(CNBC/NAL)
Social Header