Oleh YURNALDI
Wartawan Utama dan Pemred alinianews.com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja merilis capaian penting, sebagaimana diberitakan alinianews.com. Dalam enam bulan pertama 2025, lembaga ini berhasil menyetorkan hampir Rp500 miliar ke kas negara. Angka ini disebut sebagai hasil dari proses panjang pelacakan, penyitaan, penilaian aset, dan eksekusi putusan pengadilan dari berbagai kasus korupsi dan pencucian uang.
Pencapaian ini tentu pantas diapresiasi. Namun, capaian tersebut juga menyisakan pertanyaan yang selama ini jarang dibahas secara terbuka: ke mana saja uang negara hasil sitaan selama ini?
Jika dalam waktu enam bulan saja KPK bisa menyetor nyaris setengah triliun rupiah, maka bukan tidak mungkin bahwa selama bertahun-tahun, uang hasil korupsi banyak yang belum kembali ke pangkuan negara, atau malah tersangkut dalam proses hukum, administrasi, atau lebih buruk lagi: lenyap tanpa jejak.
Bukan Sekadar Menangkap
Selama ini, indikator keberhasilan KPK terlalu banyak diukur dari jumlah operasi tangkap tangan (OTT), ekspos media, hingga vonis pengadilan. Padahal, keberhasilan utama lembaga antirasuah seharusnya adalah pemulihan kerugian negara. Apa artinya menangkap pelaku, jika uang yang mereka curi tidak pernah kembali untuk membiayai pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan rakyak
KPK perlu menggeser fokus — atau setidaknya menyeimbangkan — dari pendekatan penindakan menuju pemulihan aset. Dan capaian Rp500 miliar ini bisa menjadi titik balik menuju paradigma baru pemberantasan korupsi: bukan hanya menghukum, tetapi juga memulihkan.
Transparansi yang Terlupakan
Yang lebih mengkhawatirkan adalah minimnya transparansi dalam pengelolaan dan pelaporan uang hasil sitaan negara. Publik tidak pernah benar-benar tahu:
Berapa total nilai aset sitaan dari kasus korupsi selama ini?
Berapa yang berhasil dieksekusi dan masuk ke kas negara?
Berapa yang tertunda, rusak, hilang nilai, atau bahkan hilang entah ke mana?
Negara demokrasi memerlukan keterbukaan. Sudah saatnya Indonesia memiliki dashboard publik daring yang secara real time mencatat semua proses penyitaan, lelang, dan penyetoran keuangan negara. Aset negara bukan milik lembaga penegak hukum — ia milik rakyat, dan rakyat berhak tahu.
Momen Koreksi Kolektif
Capaian semester I 2025 harus menjadi pemicu koreksi kolektif, bukan hanya selebrasi sesaat. Perlu audit terbuka terhadap pengelolaan aset sitaan dalam satu dekade terakhir. Jangan sampai sebagian besar uang yang seharusnya kembali ke negara justru tersendat karena tumpulnya birokrasi, lemahnya sistem, atau bahkan praktik korupsi baru dalam pengelolaan aset korupsi.
KPK juga perlu mendorong lembaga lain seperti Kejaksaan, Pengadilan, dan Kementerian Keuangan untuk bersinergi dalam memastikan setiap rupiah hasil korupsi kembali ke negara — bukan kembali menguap.
Pemberantasan korupsi bukan hanya tentang menangkap, tapi mengembalikan keadilan. Dan keadilan itu bukan slogan. Ia harus terwujud dalam bentuk yang paling konkret: uang rakyat kembali ke rakyat.
Jika uang negara hasil korupsi masih menjadi misteri, maka yang sesungguhnya sedang kita lindungi bukanlah kebenaran, melainkan ketidakadilan yang diselimuti prosedur.
Social Header