
Wali Kota Padang Fadly Amran dan Wartawan Utama Yurnaldi (Foto Rozalina)
Keteladanan sering lahir dari tindakan kecil yang konsisten. Langkah Wali Kota Padang, Fadly Amran, memberikan penghargaan kepada para pendonor darah aktif merupakan contoh konkret bagaimana nilai kemanusiaan bisa tumbuh di ruang publik melalui apresiasi yang tulus. Dalam acara yang digelar bersama PMI Kota Padang, tiga pendonor darah dengan catatan luar biasa — Ramli Malik (157 kali), Idham (156 kali), dan Yurnaldi (155 kali) — diberangkatkan umrah sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi mereka.
Di tengah zaman ketika publik lebih sibuk memburu popularitas instan, aksi sederhana namun bermakna ini menegaskan bahwa ada nilai kemanusiaan yang tetap hidup: kepedulian tanpa pamrih. Para pendonor ini adalah pahlawan tanpa panggung, orang-orang yang memberi kehidupan bagi sesama dengan cara yang paling sunyi — setetes darah yang menyelamatkan nyawa.
Apa yang dilakukan Wali Kota Padang patut dicatat dan ditiru oleh kepala daerah lain di Indonesia. Dalam kepemimpinan publik, penghargaan semacam ini bukan hanya simbol seremonial, tetapi strategi sosial yang cerdas: membangun kultur kepedulian dan memperkuat solidaritas masyarakat. Kepala daerah yang memberi ruang dan penghargaan kepada relawan kemanusiaan sejatinya sedang menanam investasi moral — investasi yang hasilnya jauh melampaui nilai anggaran, karena membentuk karakter warga yang empatik dan berjiwa sosial tinggi.
Di banyak daerah, kegiatan donor darah sering dianggap sekadar agenda PMI atau tanggung jawab instansi kesehatan. Padahal, dengan sedikit sentuhan kepemimpinan, kegiatan ini dapat menjadi gerakan publik yang massif. Ketika seorang kepala daerah hadir dan memberi apresiasi langsung, ia sedang menanamkan pesan kuat: kemanusiaan adalah bagian dari pembangunan daerah.
Donor darah bukan hanya amal sosial, melainkan juga investasi kesehatan. Secara medis, rutin mendonorkan darah membantu regenerasi sel darah merah, menjaga keseimbangan kadar zat besi, serta meningkatkan kebugaran tubuh. Itulah sebabnya banyak dokter menyebut pendonor aktif lebih sehat dan berumur panjang.
Namun yang lebih penting dari manfaat fisik adalah nilai moral yang terkandung di dalamnya. Setiap tetes darah yang diberikan adalah simbol pengorbanan dan cinta terhadap kehidupan orang lain. Ia menandai bahwa dalam diri manusia masih ada ruang untuk peduli, meskipun tidak pernah tahu kepada siapa darah itu mengalir.

Generasi muda perlu menanamkan nilai ini sejak dini. Di tengah derasnya arus individualisme dan gaya hidup digital yang cenderung egoistik, donor darah dapat menjadi media pembelajaran empati. Sekolah, kampus, komunitas olahraga, bahkan perusahaan dapat menjadikannya bagian dari agenda rutin — bukan sekadar kegiatan sosial sesaat, melainkan budaya kemanusiaan yang berkelanjutan.
Sikap seorang pemimpin sering kali lebih efektif daripada seribu imbauan. Ketika Wali Kota Padang menjadikan penghargaan terhadap pendonor darah sebagai bagian dari program pemerintahan, itu menandai perubahan paradigma: pembangunan tidak hanya soal infrastruktur, tapi juga pembangunan moral masyarakat.
Kepala daerah di daerah lain semestinya belajar dari inisiatif ini. Menghargai “pahlawan kemanusiaan” bukan sekadar urusan PMI, tetapi juga tanggung jawab moral pemerintah daerah untuk membangun karakter warganya. Bayangkan bila setiap kabupaten dan kota di Indonesia memiliki daftar pendonor darah aktif, lalu memberi penghargaan rutin — betapa besar energi sosial yang akan tercipta.
Lebih jauh lagi, gerakan ini dapat menjadi bagian dari diplomasi sosial antarwilayah. Kota yang warganya gemar donor darah sesungguhnya sedang memperkuat cadangan kemanusiaan bangsa.
Apa yang dilakukan di Padang bukan hanya tentang penghargaan, tetapi tentang menghidupkan kembali nilai gotong royong dalam wujud modern. Dalam dunia yang semakin individualistik, donor darah adalah simbol bahwa kemanusiaan masih punya tempat di antara kita.
Kita berharap langkah Wali Kota Fadly Amran menjadi inspirasi bagi kepala daerah lain di seluruh Indonesia. Bahwa kekuasaan bukan sekadar soal kebijakan dan proyek, tetapi juga soal menumbuhkan kepedulian.
Dan kepada generasi muda: mari jadikan donor darah sebagai gaya hidup — bukan karena seremonial atau ajakan, tetapi karena kita sadar, setiap tetes darah yang mengalir dari lengan kita adalah tanda kehidupan bagi sesama.
(YURNALDI, Wartawan Utama dan Sastrawan. Pemimpin Redaksi ajardetiks.com)
Social Header