ALINIANEWS.COM -- Berita bahwa Menteri Agama kembali terjerat dugaan korupsi dana haji membuat publik terperangah sekaligus muak. Ini bukan sekadar kasus hukum. Ini adalah tragedi moral di panggung tertinggi urusan agama bangsa.
Kita mencatat, sudah tiga Menteri Agama berbeda periode masuk penjara karena menggerogoti dana umat. Said Agil Husin Al-Munawar (2001–2004) divonis 5 tahun. Suryadharma Ali (2009–2014) divonis 10 tahun. Kini, Yaqut Cholil Qoumas memasuki babak penyidikan. Dana yang mereka rampok bukan uang hiburan, tapi keringat umat yang menabung bertahun-tahun untuk berangkat haji — ibadah suci yang menjadi rukun Islam kelima.
Apa yang lebih menjijikkan daripada pejabat yang diamanahkan mengurus ibadah, tetapi justru menjadikan dana haji sebagai ladang perampokan? Ini bukan sekadar rakus, ini pengkhianatan terhadap Tuhan dan umat.

AJARDETIKS.COM -- Ironisnya, jabatan Menteri Agama kerap dijadikan “jatah politik” bagi partai, bukan karena integritas atau rekam jejak moralnya. Akibatnya, kursi ini sering ditempati oleh mereka yang lebih lihai berpolitik daripada berkhidmat. Sistem pengelolaan dana haji yang tertutup dan minim pengawasan menjadi surga bagi koruptor bersurban.
Korupsi dana haji bukan hanya mencuri rupiah, tapi juga mencuri doa, harapan, dan air mata jutaan calon jamaah. Kejahatan ini melukai akal sehat dan iman publik. Hukuman untuk pelaku mestinya lebih berat daripada korupsi biasa, karena mereka merampas bukan sekadar harta, tapi juga kesucian ibadah.
Saatnya
Presiden menghentikan tradisi menjadikan Kemenag sebagai kue politik.
Dana haji harus dikelola transparan, dengan sistem audit terbuka yang
dapat diakses publik. Pengkhianatan di mimbar suci tak boleh lagi
diulang.
Sebab jika pejabat yang mengurus agama saja bobrok moralnya, lalu kepada siapa rakyat akan belajar amanah? (YURNALDI)
Social Header